Kisah Pembai'atan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz
Paket Umroh Bulan Mei. Di antara kebaikan-kebaikan Sulaimana bin Abdul Malik yaitu yakni dia berkenan menerima nasihat dari seorang ulama pakar fikih, Raja’ bin Haiwah al-Kindi, dimana mengusulkan ketika Sulaiman di dalam kondisi sakit setelah itu kesudahannya wafat, untuk mengangkat Umar bin Abdul Aziz selaku penerusnya. Kesudahannya Sulaiman menetapkan surat wasiat yg tidak memberikan celah kepada setan sedikit pun. Ibnu Sirin mengatakan, “Semoga Allah merahmati Sulaiman, dia mengawali kekhalifahannya dgn menghidupkan shalat setelah itu mengakhirinya dgn menunjuk Umar bin Abdul Aziz selaku penerusnya.”
Khalifah Sulaiman wafat thn 99H, Umar bin Abdul Aziz menshalatkan jenazahnya, tertulis di stempelnya, “Aku beriman pada Allah dengan ikhlas.”
Datang beberapa riwayat mengenai pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah. Di antara riwayat-riwayat tersebut adalah yang dikisahkan dari Ibnu Sa’ad di dalam ath-Thabaqat dari Suhail bin Abu Suhail, dia berkata, Aku mendengar Raja’ bin Haiwah berkata, “Pada hari Jumat, Sulaiman bin Abdul Malik menggunakan baju berwarna hijau dari wol, dia bercermin lalu berkata, ‘Aku termasuk raja muda’.
Selanjutnya dia keluar buat menunaikan shalat Jumat bersama rakyat, dia langsung sakit begitu pulang, manakala sakitnya kian keras dia membuat wasiat buat anaknya Ayyub. Ayyub termasuk anak yang belum cukup umur, aku berkata kepadanya, ‘Apa yg engkau perbuat wahai Amirul Mukminin? Di antara kebaikan seseorang yg mengalir ke kuburnya yaitu yakni dia mengangkat orang shaleh sesudahnya’. Sulaiman berkata, ‘Surat wasiat tersebut, aku tengah beristikharah kepada Allah, masih mempertimbangkan, kemudian belum menentukan dengan pasti.’
Satu maupun dua hari kemudian Sulaiman membakar surat tersebut, lalu dia mengundangku. Dia bertanya, ‘Bagaimana pendapatmu terhadap Dawud bin Sulaiman?’ Aku menjawab, ‘Dia ada di Konstantinopel, Anda sendiri tidak tahu dia masih hidup maupun sudah mati’. Sulaiman bertanya, ‘Siapa menurutmu wahai Raja’?’ Aku menjawab, ‘Terserah Anda wahai Amirul Mukminin’. Aku berkata demikian sebab aku sendiri tengah mempertimbangkan. Sulaiman berkata, ‘Bagaimana menurutmu Umar bin Abdul Aziz?’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, yg aku paham bahwa dia yaitu laki-laki yg utama, muslim pilihan’. Sulaiman berkata, ‘Benar, dialah orangnya, tetapi jika aku mengangkatnya setelah itu tidak mengangkat seorang pun untuk anak-anak Abdul Malik, maka kejadian itu dapat menyebabkan perpecahan, mereka tidak akan membiarkannya memimpin selama-lamanya, kecuali jika aku menetapkan seseorang dari mereka sesudah Umar. Aku bakal mengangkat Yazid bin Abdul Malik sesudah Umar. –Pada masa itu Yazid sedang tidak ada di tempat, dia menjadi Amirul Haj- Perihal tersebut bakal membuat anak-anak Abdul Malik damai kemudian menerima’. Aku berkata, ‘Terserah Anda’.
Sulaiman bin Abdul Malik membuat surat tangannya, ‘Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini ialah surat wasiat Sulaiman bin Abdul Malik, Amirul Mukminin, tuk Umar bin Abdul Aziz. Sebetulnya aku menyerahkan khilafah kepadanya sesudahku selanjutnya sesudahnya pada Yazid bin Abdul Malik, dengarkanlah kemudian taatilah, bertakwalah kepada Allah, janganlah berselisih, karena musuh-musuh kalian bakal berharap mengalahkan kalian’. Umroh Ramadhan 2015. Selanjutnya Sulaiman menstempel surat tersebut.
Sulaiman lalu meminta Ka’ab bin Hamid, kepala pasukan pengawal khalifah, untuk mengumpulkan keluarganya. Ka’ab memenuhi kemudian mengumpulkan mereka. Setelah mereka bergabung, Sulaiman berkata pada Raja’, bawalah surat wasiatku pada mereka, katakan pada mereka yakni itulah surat wasiatku, minta mereka tuk membaiat orang yang aku tunjuk’. Raja’ melaksanakannya, semasa Raja menyampaikan perkara itu, mereka berkata, ‘Kami mendengarkan dan menaati siapa yang tercantum di dalamnya’. Mereka berkata, ‘Bolehkah kami menemui Amirul Mukminin untuk mengucapkan salam?’ Raja’ menjawab, ‘Silahkan’. Mereka pun masuk, Sulaiman berkata pada mereka, ‘Itu termasuk wasiatku, -Sulaiman menunjuk kepada surat yang ada di tangan Raja’ setelah itu mereka menengok surat tersebut- Ini yaitu pesan terakhirku, dengarkanlah, taatilah setelah itu baiatlah orang yg aku tuturkan namanya di surat wasiat tersebut’. Raja’ berkata, ‘Maka mereka membaiatnya satu per satu’. Akhirnya Raja’ membawa surat yg berstempel itu keluar’.”
Raja’ berkata, “Manakala mereka sudah meninggalkan lingkungan itu, Umar datang kepadaku, dia berkata, ‘Wahai Abu al-Miqdam, sebenarnya Sulaiman sangat menghormati dan menyayangiku, dia bersikap lembut dan baik, , , aku khawatir dia menyerahkan sebagian perkara tersebut kepadaku, maka aku mitna kepadamu dgn nama Allah lalu dengan kehormatan serta kasih sayangku, untuk engkau memberitahuku jika perkaranya demikian, sehingga aku boleh mengundurkan diri sekarang sebelum datangnya suatu keadaan dimana aku tidak dapat merubahnya lagi’. Raja’ menjawab, ‘Tidak demi Allah, aku tidak akan mengabarkan satu huruf pun kepadamu’. Lalu Umar pergi dengan kesal.”
Raja’ berkata, “Hingga Hisyam bin Abdul Malik menemuiku setelah itu berkata, ‘Sesungguhnya antara diriku dgn dirimu terdapat hubungan baik selanjutnya kasih sayang lama, aku juga mengerti berterima kasih, katakan kepadaku apa aku orang yg disebut di surat tersebut? Bilamana aku ialah orangnya, maka aku tahu. Bilamana orang lain, lalu aku akan berbicara, orang sepertiku tidak harus dipandang sebelah mata, perkara semacam tersebut tdk patut dijauhkan untuk orang sepertiku, katakan kepadaku. Aku berjanji dengan nama Allah kepadamu tidak akan menyebutkan namamu selama-lamanya’.”
Raja’ berkata, “Aku menolak permintaan Hisyam, aku berkata, ‘Tidak demi Allah, aku ngak akan membuka 1 huruf juga kepadamu dari apa yang sudah dirahasiakan Sulaiman kepadaku’. Hisyam pun pergi sambil menepukkan 1 tangannya ke tangan yang lain, dia berkata, ‘Kepada siapa perkara ini diserahkan andai bukan kepadaku, apa kami ini dianggap bukan anak Abdul Malik? Demi Allah, sebenarnya aku ialah putra Bani Abdul Malik yang sebenarnya’.”
Raja’ berkata, “Aku menemui Sulaiman bin Abdul Malik, ternyata dia telah wafat, akan tetapi aku masih mendapati saat-saat sakratul mautnya, setiap kali dia menghadapinya, maka aku menghadapkannya ke arah kiblat, Sulaiman mengucapkan dgn tersendat-sendat, ‘Wahai Raja’, saatnya belum tiba sekarang’. Hingga aku mengulangnya 2 kali, pada kali ketiga Sulaiman berkata, ‘Sekarang wahai Raja’, jika kamu ingin sesuatu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yg haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya’.”
Raja’ berkata, “Maka aku menghadapkannya ke arah kiblat, dan Sulaiman wafat. Aku memejamkan kedua matanya, aku menyelimutinya dengan sebuah kain hijau, aku menutup pintu, istrinya mengutus seorang utusan untuk meminta izin melihat keadaannya, aku berkata kepadanya, ‘Dia sudah tidur dan berselimut’. Utusan itu sudah melihat Sulaiman yg telah berselimut kain, dia pulang menyampaikannya kepada istrinya, istrinya tenang dikarenakan dia mengira bahwa Sulaiman tidur.”
Raja’ berkata, “Aku meminta seseorang yang kupercayai untuk berdiri di pintu, aku berpesan kepadanya untuk tidak beranjak sampai aku sendiri yang datang kepadanya dan tidak memperkenankan siapa pun untuk masuk menemui khalifah. Lalu aku memanggil Ka’ab bin Hamid al-Ansi, aku memintanya untuk mengumpulkan keluarga Amirul Mukminin, mereka juga berkumpul di masjid Dabiq, aku berkata kepada mereka, ‘Berbaiatlah kalian’. Mereka menjawab, ‘Kami sudah berbaiat, kini berbaiat lagi?’ Aku berkata, ‘Ini ialah pesan Amirul Mukminin, berbaiatlah untuk mematuhi perintahnya, mengakui siapa saja yang disebutkan namanya dalam surat wasiat yang distempel ini’. Mereka pun satu per satu membaiat tuk kedua kalinya.”
Raja’ berkata, “Sewaktu mereka bersedia membaiat tuk kedua kalinya, maka aku yakin telah menata urusan ini sebaik mungkin, aku mengucapkan, ‘Jenguklah Khalifah Sulaiman, dikarenakan beliau telah wafat’. Mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun’. Kemudian aku membacakan isi surat wasiat Sulaiman, ketika aku menyebut nama Umar bin Abdul Aziz, Hisyam berkata, ‘Kami tidak akan membaiatnya selama-lamanya’. Raja’ mengatakan, ‘Demi Allah, aku akan memenggal lehermu, berdiri dan berbaiatlah’. Lalu Hisyam berdiri dengan “menyeret” kedua kakinya.
Raja’ melanjutkan, “Aku mendapatkan pundak Umar bin Abdul Aziz, aku mendudukkannya di atas mimbar, sementara Umar bin Abdul Aziz mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun’. Ia menyesali apa yg didapatkannya. Sementara Hisyam juga mengucapkan ucapan yg sama karena bukan dia yang ditunjuk oleh Sulaiman bin Abdul Malik sebagai penggantinya. Hisyam bertemu Umar bin Abdul Aziz, dia berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun’. Karena kekhalifahan sudah berpindah tangan di anak-anak Abdul Malik kepada Umar bin Abdul Aziz. Maka Umar menjawab, ‘Ya, Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun’. Lantaran perkara itu sampai ke tangannya padahal dia tidak menyukainya.”
Abu al-Hasan an-Nadawi berkata tentang sikap Raja’, “Raja’ telah melangsungkan suatu layanan besar yang tak akan dilupakan oleh Islam. Aku tak tahu seorang laki-laki dari kalangan sahabat raja dan orang-orangnya, yg bisa memberikan manfaat (dengan kedekatan dan kedudukannya) seperti manfaat yang diberikan oleh Raja’.
Umar naik mimbar, dan dalam tatap muka pertama dengan rakyat, dia mengatakan, “Jamaah sekalian, sebetulnya aku sudah diuji dgn perkara tersebut, tanpa dimintai pendapat, tidak pernah ditanya dan tidak pula ada musyawarah dengan kaum muslimin. Aku sudah membatalkan baiat untukku, kali ini pilihlah seseorang tuk memimpin kalian.” Orang-orang serentak menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, kami sudah memilihmu, kami menerimamu, silahkan pimpin kami oleh kebaikan dan keberkahan.”
Di saat itulah Umar merasa yakni dirinya tak mungkin menghindar dari tanggung jawa khalifah, maka Umar menambahkan kata-katanya tuk menerangkan kebijakan-kebijakannya di dalam menata umat Islam, “Amma ba’du, tidak ada lagi nabi sesudah nabi kalian, tidak hadir kitab selain kitab yang diturunkan kepadanya. Ketahuilah yakni apa yang Allah halalkan merupakan halal sampai hari kiamat. Aku tidaklah seorang hakim, aku hanyalah pelaksana, dan aku bukanlah pelaksana bid’ah melainkan aku adalah pengikut sunnah. Tak ada hak bagi siapa aja tuk ditaati di dalam kemaksiatan. Ketahuilah! Aku tidaklah orang yang terunggul di antara kalian, aku hanyalah seorang laki-laki bagian dari kalian, cuma saja Allah Subhanahu wa Ta’ala memberiku beban yang jauh berat dibanding kalian.
Kaum muslimin, siapa saja yang mendekat kepadaku, harusnya dia mendekat dengan lima perkara, bilamana tidak, maka janganlah mendekat: Mula-mula, melaporkan hajat orang yang tidak kuasa untuk mengadukannya, kedua, membantuku dalam kebaikan sebatas kemampuannya, ketiga, menampakkan jalan kebaikan kepadaku seperti aku dituntut tuk meniti jalan tersebut, keempat, tak melangsungkan ghibah dengan rakyat, dan kelima, tidak menyangkalku di dalam urusan yang bukan urusannya.
Aku berwasiat kepada kalian supaya kalian bertakwa kepada Allah, karena takwa kepada Allah memberi akibat yang baik dalam setiap hal, dan tidak ada kebaikan apabila tidak ada takwa. Beramallah untuk akhirat kalian, dikarenakan barangsiapa beramal tuk akhirat, niscaya Allah akan mencukupkan dunianya. Perbaikilah (jaga) rahasia (yang ada pada diri kalian), mudah-mudahan Allah memperbaiki apa yang terlihat dari (amal perbuatan) kalian. Perbanyaklah mengingat kematian, bersiaplah akan baik sebelum kematian itu menghampiri kalian, karena kematian ialah penghancur kenikmatan. Sesungguhnya umat ini tidak berselisih mengenai Tuhannya, tidak tentang Nabinya, tidak terhadap Kitabnya, akan tetapi umat ini berselisih karena dinar dan dirham. Sebetulnya aku, demi Allah, tidak jadi mempersembahkan yang batil pada seseorang dan tidak akan menghalangi hak seseorang.”
Kemudian Umar meninggikan suaranya untuk orang-orang mendengar, “Jamaah sekalian, barangsiapa yang menaati Allah, maka dia wajib ditaati dan barangsiapa mendurhakai Allah, lalu tidak wajib taat kepadanya di persoalan tersebut. Taatilah aku selama aku (memerintahkan tuk) menaati Allah, akan tetapi jika (perintahku) mendurhakai-Nya, maka kalian tak bisa taat pada situasi itu…” kemudian Umar turun dari mimbar. Paket Umroh Murah 2015 di Jakarta
Paket Umroh Bulan Mei. Di antara kebaikan-kebaikan Sulaimana bin Abdul Malik yaitu yakni dia berkenan menerima nasihat dari seorang ulama pakar fikih, Raja’ bin Haiwah al-Kindi, dimana mengusulkan ketika Sulaiman di dalam kondisi sakit setelah itu kesudahannya wafat, untuk mengangkat Umar bin Abdul Aziz selaku penerusnya. Kesudahannya Sulaiman menetapkan surat wasiat yg tidak memberikan celah kepada setan sedikit pun. Ibnu Sirin mengatakan, “Semoga Allah merahmati Sulaiman, dia mengawali kekhalifahannya dgn menghidupkan shalat setelah itu mengakhirinya dgn menunjuk Umar bin Abdul Aziz selaku penerusnya.”
Khalifah Sulaiman wafat thn 99H, Umar bin Abdul Aziz menshalatkan jenazahnya, tertulis di stempelnya, “Aku beriman pada Allah dengan ikhlas.”
Datang beberapa riwayat mengenai pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah. Di antara riwayat-riwayat tersebut adalah yang dikisahkan dari Ibnu Sa’ad di dalam ath-Thabaqat dari Suhail bin Abu Suhail, dia berkata, Aku mendengar Raja’ bin Haiwah berkata, “Pada hari Jumat, Sulaiman bin Abdul Malik menggunakan baju berwarna hijau dari wol, dia bercermin lalu berkata, ‘Aku termasuk raja muda’.
Selanjutnya dia keluar buat menunaikan shalat Jumat bersama rakyat, dia langsung sakit begitu pulang, manakala sakitnya kian keras dia membuat wasiat buat anaknya Ayyub. Ayyub termasuk anak yang belum cukup umur, aku berkata kepadanya, ‘Apa yg engkau perbuat wahai Amirul Mukminin? Di antara kebaikan seseorang yg mengalir ke kuburnya yaitu yakni dia mengangkat orang shaleh sesudahnya’. Sulaiman berkata, ‘Surat wasiat tersebut, aku tengah beristikharah kepada Allah, masih mempertimbangkan, kemudian belum menentukan dengan pasti.’
Satu maupun dua hari kemudian Sulaiman membakar surat tersebut, lalu dia mengundangku. Dia bertanya, ‘Bagaimana pendapatmu terhadap Dawud bin Sulaiman?’ Aku menjawab, ‘Dia ada di Konstantinopel, Anda sendiri tidak tahu dia masih hidup maupun sudah mati’. Sulaiman bertanya, ‘Siapa menurutmu wahai Raja’?’ Aku menjawab, ‘Terserah Anda wahai Amirul Mukminin’. Aku berkata demikian sebab aku sendiri tengah mempertimbangkan. Sulaiman berkata, ‘Bagaimana menurutmu Umar bin Abdul Aziz?’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, yg aku paham bahwa dia yaitu laki-laki yg utama, muslim pilihan’. Sulaiman berkata, ‘Benar, dialah orangnya, tetapi jika aku mengangkatnya setelah itu tidak mengangkat seorang pun untuk anak-anak Abdul Malik, maka kejadian itu dapat menyebabkan perpecahan, mereka tidak akan membiarkannya memimpin selama-lamanya, kecuali jika aku menetapkan seseorang dari mereka sesudah Umar. Aku bakal mengangkat Yazid bin Abdul Malik sesudah Umar. –Pada masa itu Yazid sedang tidak ada di tempat, dia menjadi Amirul Haj- Perihal tersebut bakal membuat anak-anak Abdul Malik damai kemudian menerima’. Aku berkata, ‘Terserah Anda’.
Sulaiman bin Abdul Malik membuat surat tangannya, ‘Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini ialah surat wasiat Sulaiman bin Abdul Malik, Amirul Mukminin, tuk Umar bin Abdul Aziz. Sebetulnya aku menyerahkan khilafah kepadanya sesudahku selanjutnya sesudahnya pada Yazid bin Abdul Malik, dengarkanlah kemudian taatilah, bertakwalah kepada Allah, janganlah berselisih, karena musuh-musuh kalian bakal berharap mengalahkan kalian’. Umroh Ramadhan 2015. Selanjutnya Sulaiman menstempel surat tersebut.
Sulaiman lalu meminta Ka’ab bin Hamid, kepala pasukan pengawal khalifah, untuk mengumpulkan keluarganya. Ka’ab memenuhi kemudian mengumpulkan mereka. Setelah mereka bergabung, Sulaiman berkata pada Raja’, bawalah surat wasiatku pada mereka, katakan pada mereka yakni itulah surat wasiatku, minta mereka tuk membaiat orang yang aku tunjuk’. Raja’ melaksanakannya, semasa Raja menyampaikan perkara itu, mereka berkata, ‘Kami mendengarkan dan menaati siapa yang tercantum di dalamnya’. Mereka berkata, ‘Bolehkah kami menemui Amirul Mukminin untuk mengucapkan salam?’ Raja’ menjawab, ‘Silahkan’. Mereka pun masuk, Sulaiman berkata pada mereka, ‘Itu termasuk wasiatku, -Sulaiman menunjuk kepada surat yang ada di tangan Raja’ setelah itu mereka menengok surat tersebut- Ini yaitu pesan terakhirku, dengarkanlah, taatilah setelah itu baiatlah orang yg aku tuturkan namanya di surat wasiat tersebut’. Raja’ berkata, ‘Maka mereka membaiatnya satu per satu’. Akhirnya Raja’ membawa surat yg berstempel itu keluar’.”
Raja’ berkata, “Manakala mereka sudah meninggalkan lingkungan itu, Umar datang kepadaku, dia berkata, ‘Wahai Abu al-Miqdam, sebenarnya Sulaiman sangat menghormati dan menyayangiku, dia bersikap lembut dan baik, , , aku khawatir dia menyerahkan sebagian perkara tersebut kepadaku, maka aku mitna kepadamu dgn nama Allah lalu dengan kehormatan serta kasih sayangku, untuk engkau memberitahuku jika perkaranya demikian, sehingga aku boleh mengundurkan diri sekarang sebelum datangnya suatu keadaan dimana aku tidak dapat merubahnya lagi’. Raja’ menjawab, ‘Tidak demi Allah, aku tidak akan mengabarkan satu huruf pun kepadamu’. Lalu Umar pergi dengan kesal.”
Raja’ berkata, “Hingga Hisyam bin Abdul Malik menemuiku setelah itu berkata, ‘Sesungguhnya antara diriku dgn dirimu terdapat hubungan baik selanjutnya kasih sayang lama, aku juga mengerti berterima kasih, katakan kepadaku apa aku orang yg disebut di surat tersebut? Bilamana aku ialah orangnya, maka aku tahu. Bilamana orang lain, lalu aku akan berbicara, orang sepertiku tidak harus dipandang sebelah mata, perkara semacam tersebut tdk patut dijauhkan untuk orang sepertiku, katakan kepadaku. Aku berjanji dengan nama Allah kepadamu tidak akan menyebutkan namamu selama-lamanya’.”
Raja’ berkata, “Aku menolak permintaan Hisyam, aku berkata, ‘Tidak demi Allah, aku ngak akan membuka 1 huruf juga kepadamu dari apa yang sudah dirahasiakan Sulaiman kepadaku’. Hisyam pun pergi sambil menepukkan 1 tangannya ke tangan yang lain, dia berkata, ‘Kepada siapa perkara ini diserahkan andai bukan kepadaku, apa kami ini dianggap bukan anak Abdul Malik? Demi Allah, sebenarnya aku ialah putra Bani Abdul Malik yang sebenarnya’.”
Raja’ berkata, “Aku menemui Sulaiman bin Abdul Malik, ternyata dia telah wafat, akan tetapi aku masih mendapati saat-saat sakratul mautnya, setiap kali dia menghadapinya, maka aku menghadapkannya ke arah kiblat, Sulaiman mengucapkan dgn tersendat-sendat, ‘Wahai Raja’, saatnya belum tiba sekarang’. Hingga aku mengulangnya 2 kali, pada kali ketiga Sulaiman berkata, ‘Sekarang wahai Raja’, jika kamu ingin sesuatu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yg haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya’.”
Raja’ berkata, “Maka aku menghadapkannya ke arah kiblat, dan Sulaiman wafat. Aku memejamkan kedua matanya, aku menyelimutinya dengan sebuah kain hijau, aku menutup pintu, istrinya mengutus seorang utusan untuk meminta izin melihat keadaannya, aku berkata kepadanya, ‘Dia sudah tidur dan berselimut’. Utusan itu sudah melihat Sulaiman yg telah berselimut kain, dia pulang menyampaikannya kepada istrinya, istrinya tenang dikarenakan dia mengira bahwa Sulaiman tidur.”
Raja’ berkata, “Aku meminta seseorang yang kupercayai untuk berdiri di pintu, aku berpesan kepadanya untuk tidak beranjak sampai aku sendiri yang datang kepadanya dan tidak memperkenankan siapa pun untuk masuk menemui khalifah. Lalu aku memanggil Ka’ab bin Hamid al-Ansi, aku memintanya untuk mengumpulkan keluarga Amirul Mukminin, mereka juga berkumpul di masjid Dabiq, aku berkata kepada mereka, ‘Berbaiatlah kalian’. Mereka menjawab, ‘Kami sudah berbaiat, kini berbaiat lagi?’ Aku berkata, ‘Ini ialah pesan Amirul Mukminin, berbaiatlah untuk mematuhi perintahnya, mengakui siapa saja yang disebutkan namanya dalam surat wasiat yang distempel ini’. Mereka pun satu per satu membaiat tuk kedua kalinya.”
Raja’ berkata, “Sewaktu mereka bersedia membaiat tuk kedua kalinya, maka aku yakin telah menata urusan ini sebaik mungkin, aku mengucapkan, ‘Jenguklah Khalifah Sulaiman, dikarenakan beliau telah wafat’. Mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun’. Kemudian aku membacakan isi surat wasiat Sulaiman, ketika aku menyebut nama Umar bin Abdul Aziz, Hisyam berkata, ‘Kami tidak akan membaiatnya selama-lamanya’. Raja’ mengatakan, ‘Demi Allah, aku akan memenggal lehermu, berdiri dan berbaiatlah’. Lalu Hisyam berdiri dengan “menyeret” kedua kakinya.
Raja’ melanjutkan, “Aku mendapatkan pundak Umar bin Abdul Aziz, aku mendudukkannya di atas mimbar, sementara Umar bin Abdul Aziz mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun’. Ia menyesali apa yg didapatkannya. Sementara Hisyam juga mengucapkan ucapan yg sama karena bukan dia yang ditunjuk oleh Sulaiman bin Abdul Malik sebagai penggantinya. Hisyam bertemu Umar bin Abdul Aziz, dia berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun’. Karena kekhalifahan sudah berpindah tangan di anak-anak Abdul Malik kepada Umar bin Abdul Aziz. Maka Umar menjawab, ‘Ya, Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun’. Lantaran perkara itu sampai ke tangannya padahal dia tidak menyukainya.”
Abu al-Hasan an-Nadawi berkata tentang sikap Raja’, “Raja’ telah melangsungkan suatu layanan besar yang tak akan dilupakan oleh Islam. Aku tak tahu seorang laki-laki dari kalangan sahabat raja dan orang-orangnya, yg bisa memberikan manfaat (dengan kedekatan dan kedudukannya) seperti manfaat yang diberikan oleh Raja’.
Umar naik mimbar, dan dalam tatap muka pertama dengan rakyat, dia mengatakan, “Jamaah sekalian, sebetulnya aku sudah diuji dgn perkara tersebut, tanpa dimintai pendapat, tidak pernah ditanya dan tidak pula ada musyawarah dengan kaum muslimin. Aku sudah membatalkan baiat untukku, kali ini pilihlah seseorang tuk memimpin kalian.” Orang-orang serentak menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, kami sudah memilihmu, kami menerimamu, silahkan pimpin kami oleh kebaikan dan keberkahan.”
Di saat itulah Umar merasa yakni dirinya tak mungkin menghindar dari tanggung jawa khalifah, maka Umar menambahkan kata-katanya tuk menerangkan kebijakan-kebijakannya di dalam menata umat Islam, “Amma ba’du, tidak ada lagi nabi sesudah nabi kalian, tidak hadir kitab selain kitab yang diturunkan kepadanya. Ketahuilah yakni apa yang Allah halalkan merupakan halal sampai hari kiamat. Aku tidaklah seorang hakim, aku hanyalah pelaksana, dan aku bukanlah pelaksana bid’ah melainkan aku adalah pengikut sunnah. Tak ada hak bagi siapa aja tuk ditaati di dalam kemaksiatan. Ketahuilah! Aku tidaklah orang yang terunggul di antara kalian, aku hanyalah seorang laki-laki bagian dari kalian, cuma saja Allah Subhanahu wa Ta’ala memberiku beban yang jauh berat dibanding kalian.
Kaum muslimin, siapa saja yang mendekat kepadaku, harusnya dia mendekat dengan lima perkara, bilamana tidak, maka janganlah mendekat: Mula-mula, melaporkan hajat orang yang tidak kuasa untuk mengadukannya, kedua, membantuku dalam kebaikan sebatas kemampuannya, ketiga, menampakkan jalan kebaikan kepadaku seperti aku dituntut tuk meniti jalan tersebut, keempat, tak melangsungkan ghibah dengan rakyat, dan kelima, tidak menyangkalku di dalam urusan yang bukan urusannya.
Aku berwasiat kepada kalian supaya kalian bertakwa kepada Allah, karena takwa kepada Allah memberi akibat yang baik dalam setiap hal, dan tidak ada kebaikan apabila tidak ada takwa. Beramallah untuk akhirat kalian, dikarenakan barangsiapa beramal tuk akhirat, niscaya Allah akan mencukupkan dunianya. Perbaikilah (jaga) rahasia (yang ada pada diri kalian), mudah-mudahan Allah memperbaiki apa yang terlihat dari (amal perbuatan) kalian. Perbanyaklah mengingat kematian, bersiaplah akan baik sebelum kematian itu menghampiri kalian, karena kematian ialah penghancur kenikmatan. Sesungguhnya umat ini tidak berselisih mengenai Tuhannya, tidak tentang Nabinya, tidak terhadap Kitabnya, akan tetapi umat ini berselisih karena dinar dan dirham. Sebetulnya aku, demi Allah, tidak jadi mempersembahkan yang batil pada seseorang dan tidak akan menghalangi hak seseorang.”
Kemudian Umar meninggikan suaranya untuk orang-orang mendengar, “Jamaah sekalian, barangsiapa yang menaati Allah, maka dia wajib ditaati dan barangsiapa mendurhakai Allah, lalu tidak wajib taat kepadanya di persoalan tersebut. Taatilah aku selama aku (memerintahkan tuk) menaati Allah, akan tetapi jika (perintahku) mendurhakai-Nya, maka kalian tak bisa taat pada situasi itu…” kemudian Umar turun dari mimbar. Paket Umroh Murah 2015 di Jakarta